Sudah menjadi resam makhluk bernama manusia. Saat diri dirundung kelam, hati membungkam hiba, diri akan dekat dengan Allah. Setiap hari dan masa akan merintih kepada Allah mengharapkan belas ihsannya. Saat dan ketika ini lah diri akan terasa dekat dengan Pencipta. Keangkuhan dan kegoan diletak serendah-rendahnya dan terasa tidak iangin bangkit dari sujud. Deraian air mata mengharapkan hidayah Allah bagai ubat penenang yang amat mujarab. Alangkah indahnya saat bersendiri bermonolog dengan Sang Pencipta.
Berpisah dari sejadah bagai mengundang rindu yang tidak keruan. Gelap pekat malam bagai panorama yang mendamaikan jiwa. Jasad dan jiwa hanya untuk Allah Sang Pencipta. Tiada lagi keindahan dan keasyikan dunia yang bersisa di hati.
Namun, bila Allah telah meleraikan segala gundah di jiwa, melapangkan segala kesempitan dan kekusutan yang menyelubunyi diri, adakah masih semanis itu ibadah kita? Adakah rindu kita kepadaNya masih hebat sama seperti saat kita benar-benar memerlukanNya?
Manusia.....makhluk yang sentiasa lupa dan lemah. Graf iman yang sentiasa ada saat turun dan naiknya
Berpisah dari sejadah bagai mengundang rindu yang tidak keruan. Gelap pekat malam bagai panorama yang mendamaikan jiwa. Jasad dan jiwa hanya untuk Allah Sang Pencipta. Tiada lagi keindahan dan keasyikan dunia yang bersisa di hati.
Namun, bila Allah telah meleraikan segala gundah di jiwa, melapangkan segala kesempitan dan kekusutan yang menyelubunyi diri, adakah masih semanis itu ibadah kita? Adakah rindu kita kepadaNya masih hebat sama seperti saat kita benar-benar memerlukanNya?
Manusia.....makhluk yang sentiasa lupa dan lemah. Graf iman yang sentiasa ada saat turun dan naiknya
No comments:
Post a Comment